Kasus KDRT Tewaskan Istri Pejabat Prov. NTT, Mengendap Di Meja Penyidik Polres Kupang Kota




Kematian Linda Maria Bernadine Brand pada 26 April 2013 belum juga ada kepastian hukum. Keluarga sejak awal mencurigai kematian korban tidak wajar. Belakangan, pada 2019 suami korban, Erikh Benydikta Mella ditetapkan sebagai tersangka kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

Keluarga mendatangi Polsek Oebobo dan diarahkan ke Polresta Kupang Kota. Kasus kematian Linda Brand dilaporkan oleh kakak kandung korban, John O.P. Brand dengan laporan polisi nomor LP/B/299/IV/Polres Kupang Kota, tertanggal 28 April 2022.


Kuasa hukum keluarga korban, Ricky J.D. Brand melihat banyak kejanggalan sejak awal penanganan kasus ini. Permintaan otopsi dari keluarga korban tidak ditanggapi oleh kepolisian.


Menurut Ricky, keluarga bersurat pada tanggal 4 Mei 2013 meminta otopsi tapi tidak ditanggapi. Kemudian keluarga menunjuk dirinya menjadi kuasa hukum. Pada 30 Mei 2013, surat permohonan otopsi dikirim lagi. Surat kedua pun tidak ditanggapi.

“Setelah bolak balik kita tanyakan baru dilakukan otopsi pertama pada bulan Juni (2013),” ujar Ricky kepada Katong NTT, Kamis (1/9/2022).

Hasil otopsi pertama menunjukkan tidak ada tanda-tanda kekerasan yang mengakibatkan korban meninggal. Hasil ini, kata Ricky seolah mendukung pernyataan awal bahwa korban meninggal karena jatuh di kamar mandi.

Keluarga menolak hasil otopsi pertama. Keluarga terus meminta agar dilakukan otopsi kedua, sebab keluarga yakin bahwa korban mengalami kekerasan sebelum meninggal.

Menurut Ricky, korban sudah mengalami kekerasan berulang kali. Pada 2007, korban mengalami kekerasan dan nyaris mengakhiri hidupnya bersama anak-anaknya.

Berdasarkan keterangan teman-teman korban, suaminya Erikh Mella melakukan kekerasan sejak dua minggu sebelumnya. Puncak kekerasan itu merenggut nyawa korban.

Pihak keluarga terus mendesak dilakukan eksaminasi dan otopsi kedua. Permintaan tersebut akhirnya terjawab pada September 2013. Hasil otopsi kedua yang dilakukan oleh dokter forensik dari RSUP Sanglah Denpasar Bali, menunjukkan adanya banyak luka dengan usia yang berbeda.

“Letak-letak luka itu memiliki usia yang berbeda-beda. Jadi cocok dengan peristiwa penganiayaan yang dilakukan oleh tersangka sebelum-sebelumnya,” kata Ricky.

Usai otopsi kedua, kasus tersebut terus mengendap. Pihak keluarga berkali-kali menyurati kepolisian lewat kuasa hukumnya, namun tidak dihiraukan.

Baru pada 2019, Ricky dihubungi oleh Polresta Kupang Kota dan menyampaikan kasus tersebut akan ditindak lanjuti. Erikh Mella ditetapkan sebagai tersangka KDRT yang menewaskan istrinya.

“Setelah penetapan tersangka, kasus ini mengendap lagi,” jelas Ricky.

Salah satu kejanggalan dalam peristiwa ini, kata Ricky adalah tersangka yang tidak ditahan. Menurutnya, ada satu peristiwa pasca penetapan tersangka. Kakak kandung tersangka yang adalah seorang pendeta bersama seorang petinggi dilingkup GMIT mendatangi pejabat tinggi Polda NTT dan meminta tersangka tidak ditahan.

“Sang pejabat tinggi di Polda kemudian menelpon ke Polres Kupang Kota, dan memang pada akhirnya yang bersangkutan tidak ditahan dengan alasan yang memalukan. Alasan kemanusiaan,” ujarnya.


Akhir Januari 2022, Ricky kembali mengirim surat ke Polresta Kupang Kota, setelah mereka bolak-balik menanyakan perkembangan kasus ini tanpa jawaban. Ia kemudian bertemu Itwasda Polda NTT dan Direktur Reskrim Umum dan Kabid Propam Polda NTT pada 3 Februari 2022.

“Ketika saya sampaikan persoalan ini malah tidak atensi mereka,” kata Ricky.

Kejanggalan lain adalah penyidik Polresta Kupang Kota belum melaksanakan petunjuk jaksa penuntut umum untuk melengkapi berkas perkara tersebut. Ia mengatakan petunjuk tersebut adalah untuk pemeriksaan saksi-saksi menggunakan lie detector. Juga memeriksa perempuan yang diduga kuat menjadi wanita idaman tersangka yang sudah berhubungan sejak 2007.

Ricky mengatakan, kejanggalan lainnya adalah perkara tersebut hanya ditangani oleh hakim tunggal dan Erikh Mella divonis bebas murni.

“Begitu banyak kejanggalan dalam penanganan kasus ini, khususnya di Polres Kupang Kota,” kata Ricky.

“Bahkan saat otopsi pertama, Kapolres saat itu memerintahkan anggotanya agar mendamaikan keluarga korban dan tersangka. Bagaimana mungkin orang hilang nyawa anggota keluarganya disuruh berdamai dengan pelaku. Kan nggak masuk akal,” ujarnya menambahkan.

Kasus ini sudah 9 tahun ditangani Polresta Kupang Kota tanpa kemajuan berarti. Setelah lama tidak terdengar perkembangannya, berkas perkaranya kemudian dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Kupang pada Jumat (26/8/2022). Dua hari kemudian, Erikh Mella yang merupakan tersangka dalam kasus ini dilantik oleh Gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat menjadi Plt Kepala Biro Umum Setda NTT.

Berkas perkara tersebut pun sedang disidik oleh jaksa. Dalam catatan Kejari Kota Kupang, seperti yang disampaikan oleh Kasie Intel, Rindaya Sitompul bahwa berkas perkara diterima pada Senin (29/8/2022). Menurutnya, jaksa mempunyai waktu 14 hari untuk memeriksa kelengkapan berkas baik secara formil maupun materil.

“Bila berkasnya belum lengkap kita terbitkan P19, tetapi bila berkasnya sudah lengkap kita akan terbitkan P21,” kata Rindaya, Kamis (1/9/2022). Sumber: katongntt.com

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel