Kasian Ibu Cantik Di NTT Ini, Diduga Dipermainkan Oleh Polisi Dari Polres Rote Ndao, Semua Demi Anak Kesayangannya
Dilansir dari pos-kupang.com, Kisah memilukan datang dari seorang ibu, Imelda Christina Bessie asal Desa Oelunggu, Kecamatan Lobalain, Kabupaten Rote Ndao, Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Imelda Bessie berjuang untuk mencari keadilan lantaran anaknya ditabrak oleh sebuah mobil pikap yang dikendarai oleh DN sejak Bulan Juli 2024 hingga cacat permanen, namun tidak ada kejelasan soal proses hukumnya di ranah Kepolisian bahkan Kejaksaan.
Imelda, anaknya dan para saksi bahkan dimintai keterangan dua kali, karena diduga berkas BAP pasca kecelakaan hilang atau tidak diarsipkan di pihak kepolisian yang menangani.
"Saya punya anak, pada tanggal 14 Juli 2024, ada satu oto (mobil) pikap tabrak. Kaget begini, kan beta (saya) di dalam kios, tiba-tiba bunyi, beta pikir ada kecelakaan di depan rumah," ucap Imelda Bessie kepada POS-KUPANG.COM, Sabtu, (8/2/2024).
Ternyata saat keluar dari kios, Imelda melihat anaknya yang ditabrak. Posisi anaknya saat itu telah tertelungkup menyamping di jalur kanan aspal bilangan Desa Oelunggu. Posisi mobil pikap kala itu dari arah Pantai Baru.
"Nah, ternyata oto ini bukan di kiri aspal tetapi di kanan. Seharusnya kan sesuai jalur, mobil di kiri, tapi ini ada di kanan, terus anak saya di belakang mobil, namun di badan jalan sebelah kiri," kata Imelda Bessie.
Saat itu, mobil pikap tersebut sementara membawa penumpang, ada orang besar serta anak kecil di atasnya. Dalam waktu lima menit, Imelda sontak histeris. Saat kecelakaan, sopir tidak turun dari mobil dan begitupun penumpang, tidak ada satu orang pun yang turun dari mobil.
"Jadi ada anak muda di situ, saya minta tolong antar saya dan anak pakai motor ke UGD RSUD Ba'a. Anak saya dalam keadaan sekarat, karena darah sudah keluar dari semua lubang. Jadi sudah sampai di UGD, langsung dirujuk ke Ben Mboi (RSUP) di Kupang," tutur Imelda Bessie.
Dalam perawatan medis, anaknya dioperasi. Selang beberapa hari, Imelda kendati tidak mengetahui apakah mobil pikap itu ditahan atau tidak oleh Satlantas Polres Rote Ndao, apalagi sempat olah TKP pasca kejadian.
Yah memang waktu jalan itu, katanya mobil ditahan. Tapi setelah dua hari di Kupang,
kemudian info yang berkembang bahwa mobil itu sudah dikasih keluar.
"Waktu dikasih keluar oto itu, tidak ada kesepakatan, tidak ada info apa-apa juga," tukas Imelda Bessie.
Setelah anaknya mendapatkan perawatan medis kurang lebih satu bulan di RSUP Ben Mboi Kupang, Imelda pulang kembali ke Rote.
"Waktu pi (pergi) perawatan itu, dari pelaku kasih istrinya ikut. Tapi waktu istrinya ikut, kontribusinya tidak ada. Artinya dia pergi hanya untuk menonton, karena uang tiket pun saya yang bayar," tandas Imelda Bessie
Meski begitu, Imelda tetap membutuhkan sikap dan tanggung jawab dari pelaku. Singkat cerita, ia sempat mengatakan kepada istri pelaku agar pulang dan memberitahu keluarga, anaknya sudah agak baikan dan Imelda sangat bersyukur.
"Waktu mau pulang, saya tanya, ibu (istri pelaku) sudah pulang? Namun tidak respon. Sampai di Rote, saya tanya lagi, ibu sudah di Rote? Tidak respon. Lalu besoknya saya langsung ke Polisi. Saya bilang ke Polisi, bagaimana pak, saya mau melanjutkan laporan. Apa saya harus buat laporan baru atau saya ikut laporan yang lama?" terang Imelda Bessie.
"Pak Polisi, pak Alan ini bilang, sudah nanti besok pergi di Polsek, di Lantas juga dan buat laporan. Kita lanjutkan laporan yang lama," tambahnya menerangkan.
Setelah pulang, Imelda menduga Polisi mungkin langsung menelepon pelaku. Baru di sore harinya pelakunya datang untuk bertemu pihak keluarga korban.
"Pelakunya datang ditelepon Polisi, tapi tidak omong apa-apa, malah bilang kira-kira urusan sampai di mana, saya bilang, yah kita tindak lanjut," tegas Imelda Bessie.
Lalu pada Bulan Agustus 2024, Imelda dan pelaku pergi ke Polisi untuk memberi keterangan dan Imelda membuat laporan Polisi.
"Ternyata, kita hanya omong-omong saja, terakhir ada pertengkaran antara keluarga pelaku, pihak ketiga dengan kita korban. Tapi waktu itu, Polisi tidak ambil keterangan apapun. Malamnya saya WhatsApp, sayakan tidak tenang, pak Polisi, tadi maksud kita itu untuk melanjutkan laporan. Tapi kenapa yang ada, kita ini ditindas dan dicacimaki oleh pelaku," ucap Imelda Bessie.
Jadi kalau bisa, kata dia, dirinya memberikan waktu 2X24 jam, tolong supaya ambil laporan. Kalau tidak, maka ia akan kembali ke Kupang dan melapor di Polda.
"Jadi sudah, ambil laporan. Setelah satu Minggu kemudian, anak saya (korban) diambil keterangannya. Nah ternyata laporan-laporan yang mereka (polisi) ambil itu, mereka tidak arsipkan.
Memang mereka ketik, tulis, tapi sepanjang selesai laporan, kan seharusnya kita tanda tangan. Terus tiga bulan lamanya, saya tidak terima surat apa-apa, soal surat yang menerangkan bahwa kasus ini sudah sampai di sini. Tidak sama sekali," ujar Imelda Bessie.
Dikatakan lebih lanjut, kecuali dirinya menanyakan ke polisi melalui WhatsApp.
"Pak Polisi kasus ini sudah sampai di mana? dan dijawab, oh ibu sabar ya, ini begini. Hanya sebatas WhatsApp, tapi tidak ada surat tertulis," ujarnya.
"Pada akhirnya beta berpikir, ini sudah empat bulan, sudah terlalu lama. Kalau kasus hanya begini, kok tidak ditangani dengan baik? Maka saya ke Polda ketemu dengan Propam pada Bulan Oktober 2024," pungkas Imelda Bessie.
"Beta langsung ke Polda, pada akhirnya ada surat yang beta buat untuk Kapolda, kirim sebagai pengeluhan tentang keadaan ini bahwa kasus ini seakan-akan, saya rasa itu mereka beretok-etok terlalu lama," cetus dia melanjutkan.
Dan saat itu, Imelda diberi testimoni bahwa ada personel dari Propam Polda NTT yang kawal kasus kecelakaan tersebut.
"Terus menurut info bahwa sekitar 20 hari ada di Kejaksaan. Berarti perhitungan saya, okelah ada mau merayakan Natal, biar nanti Januari 2025 baru saya cek lagi. Ternyata di tanggal 6 Januari, kita ke Kejaksaan, kita cek, itu berkas itu sudah kembali di Polisi, tujuh hari setelah diterima kejaksaan," ucap Imelda Bessie.
"Terus saya tanya ka Jaksa, kekurangannya apa untuk kelengkapan berkas? Tapi pak Jaksa tidak kasih tahu. Makanya tanggal 7 Januari 2025, saya bersurat kepada Polsek, Polres, dan Irwasda Polda. Dalam surat itu, saya minta laporan kasus ini secara tertulis perkembangannya seperti apa. Akhirnya mereka kasih. Mereka bilang ada kekurangan berkas apa segala macam, jadi membutuhkan proses 30 hari sampai selanjutnya," lanjutnya.
Sehingga, Imelda merasa ia telah dipermainkan ataupun ditipu-tipu oleh pihak Kepolisian. Ia menduga ada permainan dalam penanganan kasus tersebut. Yang diakuinya, bahwa si pelaku mempunyai keluarga di pihak Kepolisian.
"Ow yah, ada yang aneh lagi, saksi baru tiba-tiba muncul di akhir Bulan November 2024 saat kami diambil keterangan ulang, dari awal tidak muncul. Tapi di akhirnya, ketika digoncang oleh Propam Polda itu, baru mereka menghadirkan saksi yang notabene anak kecil, teman mainnya anak saya," tutur Imelda Bessie.
"Saya protes, saya bilang kenapa ambil anak-anak? Anak-anak kan bisa berubah pemikirannya. Menurut pelaku bahwa dia dari jauh sudah melihat anak-anak ini saling dorong, akhirnya ada teman yang dorong anak saya dan tabrak mobil. Terus dari dari keterangan anak saya bahwa dia dari rumah mau balik ke gereja, kaget begini ada mobil sudah tabrak. Ini janggal sekali keterangan pelaku," sambungnya.
Imelda mengaku, ditambah lagi pelaku atau sopir itu tidak memiliki saat mengendarai mobil pikap. Sehingga Imelda mempertanyakan kepada Polisi, di manakah aturan dan keadilan itu?
"Sedangkan, kita yang kena tilang saja, dapat denda, terus pergi pengadilan untuk ikut sidang. Namun pelaku tidak ada SIM, tidak pernah ditahan, mobilnya juga tidak pernah ditahan, setelah dapat tekanan dari Polda baru mereka kaget dan tahan barang bukti. Sekarang kasus ini sudah sampai di kejaksaan, tapi tidak tahu perkembangannya seperti apa," tanya Imelda terus menerus.
"Tetapi yang saya ikuti, bahwa ada permainan di dalamnya, kita duga seperti itu. Saya pernah bilang, ingat bapak boleh berurusan mendamaikan kami sebagai keluarga. Tapi tolong bapak lihat saya punya hati sebagai seorang ibu. Jadi bukan mencari salah siapa, tapi paling tidak dunia tahu bahwa
kita juga bisa, apalagi anak saya cacat permanen. Buktinya pelaku tidak ada
kontribusi apa-apa, sampai hari ini," ucapnya lagi.
"Yang berkoar di luar bahwa mereka (pelaku) kasih begini, tapi saya tidak pernah terima apa-apa. Nah, buktinya
saya punya anak, saya rawat sendiri dan bukan soal tuntut berapa banyak, tapi
etika dan tanggung jawab yang saya butuhkan," lanjutnya menambahkan.
Meski hasil penanganan kasus ini masih abu-abu, tetapi Imelda Bessie berjuang keras untuk bersurat terus menerus ke pihak kepolisian soal perkembangan kasus yang menimpa anaknya tersebut.
"Jadi saya punya harapan, dengan adanya kasus ini, saya hanya minta supaya kinerja pihak kepolisian, tolong
berada pada jalur. Artinya, yah, yah, yah, jangan yah di atas tidak. Terus, harus mendengarkan keluhan masyarakat, jangan hanya kita ini seorang perempuan, jadi anggap, lu ada apa
atau anggap kita ini tidak selevel dengan mereka. Bukan hanya kepolisan
tetapi kejaksaan dan pengadilan," harap Imelda Bessie.
"Ada peribahasa, kalau yang punya duitnya banyak, pasti dia berkuasa. Tapi kalau memang porsinya kita mau
bikin keadilan, yah tolonglah. Jadi, ini namanya perjuangan seorang ibu," tutup dia menegaskan. (pos-kupang.com)