Usai Viral, Polres Rote Ndao Akhirnya Buka Suara Soal Kasus Ibu Cantik Ini

Usai Viral, Polres Rote Ndao Akhirnya Buka Suara Soal Kasus Ibu Cantik Ini


Sebelumnya diberitakan bahwa seorang ibu mengeluhkan penyelesaian perkara yang dilaporkannya kepada Polres Rote Ndao. 
Dimana sekitar 7 bulan lalu, anaknya yang berusia 6 tahun ditabrak pick up saat dia sedang bermain. Dirawat hingga ke rumah sakit Ben Mboi Kupang, namun anak itu cacat fisik akibat kecelakaan tersebut. 
Namun, sayang, 7 bulan lamanya, kasus itu berlarut-larut di Polres Rote NDao. Padahal semua fakta dan bukti sudah di tangan polisi. 

Atas berita tersebut, akhirnya polres Rote Ndao buka suara. Lewat canal resmi humas Polres Rote Ndao, www.tribratanewsrotendao.com  bahwa Kasat Lantas Polres Rote Ndao menegaskan, Peristiwa Kecelakaan Di Oelunggu Diproses Sesuai SOP.

 Setelah melalui serangkaian kegiatan Kepolisian pasca kejadian laka lantas yang terjadi pada Juli 2024 antara Mobil Pick Up  Suzuki Carry  No.Pol 8580 GA dengan korban GMM usia 6 Tahun jenis kelamin Laki laki bertempat di Desa Oelunggu RT 007/ RW 004 Kecamatan Lobalain Kabupaten Rote Ndao, telah ditetapkan DN sebagai tersangka dan berkas penyidikan telah di kirim ke JPU Kejari Baa. (Kamis 13/02/2025)

Pasca kejadian korban GMM sempat mendapatkan perawatan di UGD RSUD Baa kemudian dirujuk ke kupang dengan rumah sakit Ben Mboi sebagai tujuan atau rujukan untuk mendapatkan pengobatan terbaik bagi korban GMM.

Selama Korban GMM menjalani perawatan di kupang, Unit laka lantas Polres Rote Ndao melakukan pemeriksaan terhadap saksi yang melihat kejadian tersebut sembari menunggu kondisi Saksi Korban GMM membaik untuk dimintai keterangan.

Kapolres Rote Ndao AKBP Mardiono, S.ST.,M.K.P melalui Kasat lantas Polres Rote Ndao Ipda Ferdi A Ndaumanu, S.H menyatakan, "Untuk membuat terang peristiwa lakalantas ini telah dilakukan pemeriksaan atau pengambilan keterangan terhadap saksi, kecuali Saksi Korban GMM karena sedang melakukan perawatan di Rumah Sakit Ben Mboi di kupang,  Gelar perkara juga telah dilakukan untuk memberikan gambaran status hukum dan aspek hukum suatu kasus, serta untuk mencegah kesalahan prosedur penyidikan. Gelar perkara juga merupakan sarana pengawasan dan pengendalian dalam proses penyidikan tindak pidana. dan salah satu hak korban adalah memperoleh informasi terkait proses penanganan perkara melalui Sp2HP telah kami penuhi" jelas kasat."

"Dari hasil Gelar Perkara, DN yang merupakan sopir Mobil Mobil Pick Up  Suzuki Carry  No.Pol 8580 GA disepakati oleh peserta gelar perkara bahwa DN  ditetapkan   sebagai tersangka dalam perisitiwa laka lantas ini" tambah Kasat

Hingga kini berkas penyidikan terhadap peristiwa laka lantas didesa Oelunggu sudah dikirim kembali ke JPU Kejaksaan Negeri Rote Ndao setelah dilakukan Pemeriksaan tambahan sesuai petunjuk jaksa

Kasat Ipda Ferdi mengungkapkan, "Berkas perkara laka lantas ini setelah diajukan ke JPU pada tanggal 10 November 2024, Setelah dilakukan penelitian oleh JPU dan dianggap masih masih dibutuhkan keterangan tambahan sehingga JPU memberikan petunjuk tambahan (P19) tertanggal 20 Desember 2024 untuk dilengkapi.

"Unit Laka lantas kemudian melakukan  pemeriksaan  tambahan sesuai petunjuk JPU. Telah dilakukan Pemeriksaan terhadap Saksi yang ada di TKP, Saksi Ahli atau Tenaga Medis yang melakukan perawatan Pasca Kejadian serta pemeriksaan  tambahan saksi yang bersama korban sebelum peristiwa laka lantas terjadi, Kami telah lengkapi seluruh Petunjuk jaksa dan hari ini (Kamis 13/02/2025) berkas penyidikan lakalantas dimaksud telah kami kirim ke JPU Kejari Rote Ndao.

"Peristiwa yang terjadi menjadi koreksi bagi kita semua, Khususnya para orang tua untuk melakukan pengawasan ketat bagi anak usia Balita atau usia Sekolah Dasar agar  tidak bermain di dekat jalan raya, Berhubung lebar jalan yang cukup sempit saat terjadi kendaraan yang akan berpapasan maupun jarak yang sangat dekat jika ingin menyeberang jalan" himbau Kasat Lantas Ipda Ferdi A Ndaumanu, S.H


Berita Sebelumnya

Dilansir dari pos-kupang.com, Kisah memilukan datang dari seorang ibu, Imelda Christina Bessie asal Desa OelungguKecamatan Lobalain, Kabupaten Rote Ndao, Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Imelda Bessie berjuang untuk mencari keadilan lantaran anaknya ditabrak oleh sebuah mobil pikap yang dikendarai oleh DN sejak Bulan Juli 2024 hingga cacat permanen, namun tidak ada kejelasan soal proses hukumnya di ranah Kepolisian bahkan Kejaksaan.





Imelda, anaknya dan para saksi bahkan dimintai keterangan dua kali, karena diduga berkas BAP pasca kecelakaan hilang atau tidak diarsipkan di pihak kepolisian yang menangani.

"Saya punya anak, pada tanggal 14 Juli 2024, ada satu oto (mobil) pikap tabrak. Kaget begini, kan beta (saya) di dalam kios, tiba-tiba bunyi, beta pikir ada kecelakaan di depan rumah," ucap Imelda Bessie kepada POS-KUPANG.COM, Sabtu, (8/2/2024).

Ternyata saat keluar dari kios, Imelda melihat anaknya yang ditabrak. Posisi anaknya saat itu telah tertelungkup menyamping di jalur kanan aspal bilangan Desa Oelunggu. Posisi mobil pikap kala itu dari arah Pantai Baru.




"Nah, ternyata oto ini bukan di kiri aspal tetapi di kanan. Seharusnya kan sesuai jalur, mobil di kiri, tapi ini ada di kanan, terus anak saya di belakang mobil, namun di badan jalan sebelah kiri," kata Imelda Bessie.

Saat itu, mobil pikap tersebut sementara membawa penumpang, ada orang besar serta anak kecil di atasnya. Dalam waktu lima menit, Imelda sontak histeris. Saat kecelakaan, sopir tidak turun dari mobil dan begitupun penumpang, tidak ada satu orang pun yang turun dari mobil.





"Jadi ada anak muda di situ, saya minta tolong antar saya dan anak pakai motor ke UGD RSUD Ba'a. Anak saya dalam keadaan sekarat, karena darah sudah keluar dari semua lubang. Jadi sudah sampai di UGD, langsung dirujuk ke Ben Mboi (RSUP) di Kupang," tutur Imelda Bessie.

Dalam perawatan medis, anaknya dioperasi. Selang beberapa hari, Imelda kendati tidak mengetahui apakah mobil pikap itu ditahan atau tidak oleh Satlantas Polres Rote Ndao, apalagi sempat olah TKP pasca kejadian.

Yah memang waktu jalan itu, katanya mobil ditahan. Tapi setelah dua hari di Kupang,
kemudian info yang berkembang bahwa mobil itu sudah dikasih keluar.

"Waktu dikasih keluar oto itu, tidak ada kesepakatan, tidak ada info apa-apa juga," tukas Imelda Bessie.




Setelah anaknya mendapatkan perawatan medis kurang lebih satu bulan di RSUP Ben Mboi Kupang, Imelda pulang kembali ke Rote.

"Waktu pi (pergi) perawatan itu, dari pelaku kasih istrinya ikut. Tapi waktu istrinya ikut, kontribusinya tidak ada. Artinya dia pergi hanya untuk menonton, karena uang tiket pun saya yang bayar," tandas Imelda Bessie





Meski begitu, Imelda tetap membutuhkan sikap dan tanggung jawab dari pelaku. Singkat cerita, ia sempat mengatakan kepada istri pelaku agar pulang dan memberitahu keluarga, anaknya sudah agak baikan dan Imelda sangat bersyukur.

"Waktu mau pulang, saya tanya, ibu (istri pelaku) sudah pulang? Namun tidak respon. Sampai di Rote, saya tanya lagi, ibu sudah di Rote? Tidak respon. Lalu besoknya saya langsung ke Polisi. Saya bilang ke Polisi, bagaimana pak, saya mau melanjutkan laporan. Apa saya harus buat laporan baru atau saya ikut laporan yang lama?" terang Imelda Bessie.

"Pak Polisi, pak Alan ini bilang, sudah nanti besok pergi di Polsek, di Lantas juga dan buat laporan. Kita lanjutkan laporan yang lama," tambahnya menerangkan.


Setelah pulang, Imelda menduga Polisi mungkin langsung menelepon pelaku. Baru di sore harinya pelakunya datang untuk bertemu pihak keluarga korban.

"Pelakunya datang ditelepon Polisi, tapi tidak omong apa-apa, malah bilang kira-kira urusan sampai di mana, saya bilang, yah kita tindak lanjut," tegas Imelda Bessie.

Lalu pada Bulan Agustus 2024, Imelda dan pelaku pergi ke Polisi untuk memberi keterangan dan Imelda membuat laporan Polisi.

"Ternyata, kita hanya omong-omong saja, terakhir ada pertengkaran antara keluarga pelaku, pihak ketiga dengan kita korban. Tapi waktu itu, Polisi tidak ambil keterangan apapun. Malamnya saya WhatsApp, sayakan tidak tenang, pak Polisi, tadi maksud kita itu untuk melanjutkan laporan. Tapi kenapa yang ada, kita ini ditindas dan dicacimaki oleh pelaku," ucap Imelda Bessie.

Jadi kalau bisa, kata dia, dirinya memberikan waktu 2X24 jam, tolong supaya ambil laporan. Kalau tidak, maka ia akan kembali ke Kupang dan melapor di Polda.


"Jadi sudah, ambil laporan. Setelah satu Minggu kemudian, anak saya (korban) diambil keterangannya. Nah ternyata laporan-laporan yang mereka (polisi) ambil itu, mereka tidak arsipkan.
Memang mereka ketik, tulis, tapi sepanjang selesai laporan, kan seharusnya kita tanda tangan. Terus tiga bulan lamanya, saya tidak terima surat apa-apa, soal surat yang menerangkan bahwa kasus ini sudah sampai di sini. Tidak sama sekali," ujar Imelda Bessie.

Dikatakan lebih lanjut, kecuali dirinya menanyakan ke polisi melalui WhatsApp.

"Pak Polisi kasus ini sudah sampai di mana? dan dijawab, oh ibu sabar ya, ini begini. Hanya sebatas WhatsApp, tapi tidak ada surat tertulis," ujarnya.

"Pada akhirnya beta berpikir, ini sudah empat bulan, sudah terlalu lama. Kalau kasus hanya begini, kok tidak ditangani dengan baik? Maka saya ke Polda ketemu dengan Propam pada Bulan Oktober 2024," pungkas Imelda Bessie.

"Beta langsung ke Polda, pada akhirnya ada surat yang beta buat untuk Kapolda, kirim sebagai pengeluhan tentang keadaan ini bahwa kasus ini seakan-akan, saya rasa itu mereka beretok-etok terlalu lama," cetus dia melanjutkan.

Dan saat itu, Imelda diberi testimoni bahwa ada personel dari Propam Polda NTT yang kawal kasus kecelakaan tersebut.




"Terus menurut info bahwa sekitar 20 hari ada di Kejaksaan. Berarti perhitungan saya, okelah ada mau merayakan Natal, biar nanti Januari 2025 baru saya cek lagi. Ternyata di tanggal 6 Januari, kita ke Kejaksaan, kita cek, itu berkas itu sudah kembali di Polisi, tujuh hari setelah diterima kejaksaan," ucap Imelda Bessie.

"Terus saya tanya ka Jaksa, kekurangannya apa untuk kelengkapan berkas? Tapi pak Jaksa tidak kasih tahu. Makanya tanggal 7 Januari 2025, saya bersurat kepada Polsek, Polres, dan Irwasda Polda. Dalam surat itu, saya minta laporan kasus ini secara tertulis perkembangannya seperti apa. Akhirnya mereka kasih. Mereka bilang ada kekurangan berkas apa segala macam, jadi membutuhkan proses 30 hari sampai selanjutnya," lanjutnya.

Sehingga, Imelda merasa ia telah dipermainkan ataupun ditipu-tipu oleh pihak Kepolisian. Ia menduga ada permainan dalam penanganan kasus tersebut. Yang diakuinya, bahwa si pelaku mempunyai keluarga di pihak Kepolisian.


"Ow yah, ada yang aneh lagi, saksi baru tiba-tiba muncul di akhir Bulan November 2024 saat kami diambil keterangan ulang, dari awal tidak muncul. Tapi di akhirnya, ketika digoncang oleh Propam Polda itu, baru mereka menghadirkan saksi yang notabene anak kecil, teman mainnya anak saya," tutur Imelda Bessie.

"Saya protes, saya bilang kenapa ambil anak-anak? Anak-anak kan bisa berubah pemikirannya. Menurut pelaku bahwa dia dari jauh sudah melihat anak-anak ini saling dorong, akhirnya ada teman yang dorong anak saya dan tabrak mobil. Terus dari dari keterangan anak saya bahwa dia dari rumah mau balik ke gereja, kaget begini ada mobil sudah tabrak. Ini janggal sekali keterangan pelaku," sambungnya.

Imelda mengaku, ditambah lagi pelaku atau sopir itu tidak memiliki saat mengendarai mobil pikap. Sehingga Imelda mempertanyakan kepada Polisi, di manakah aturan dan keadilan itu?

"Sedangkan, kita yang kena tilang saja, dapat denda, terus pergi pengadilan untuk ikut sidang. Namun pelaku tidak ada SIM, tidak pernah ditahan, mobilnya juga tidak pernah ditahan, setelah dapat tekanan dari Polda baru mereka kaget dan tahan barang bukti. Sekarang kasus ini sudah sampai di kejaksaan, tapi tidak tahu perkembangannya seperti apa," tanya Imelda terus menerus.

"Tetapi yang saya ikuti, bahwa ada permainan di dalamnya, kita duga seperti itu. Saya pernah bilang, ingat bapak boleh berurusan mendamaikan kami sebagai keluarga. Tapi tolong bapak lihat saya punya hati sebagai seorang ibu. Jadi bukan mencari salah siapa, tapi paling tidak dunia tahu bahwa
kita juga bisa, apalagi anak saya cacat permanen. Buktinya pelaku tidak ada
kontribusi apa-apa, sampai hari ini," ucapnya lagi.


"Yang berkoar di luar bahwa mereka (pelaku) kasih begini, tapi saya tidak pernah terima apa-apa. Nah, buktinya
saya punya anak, saya rawat sendiri dan bukan soal tuntut berapa banyak, tapi
etika dan tanggung jawab yang saya butuhkan," lanjutnya menambahkan.

Meski hasil penanganan kasus ini masih abu-abu, tetapi Imelda Bessie berjuang keras untuk bersurat terus menerus ke pihak kepolisian soal perkembangan kasus yang menimpa anaknya tersebut.

"Jadi saya punya harapan, dengan adanya kasus ini, saya hanya minta supaya kinerja pihak kepolisian, tolong
berada pada jalur. Artinya, yah, yah, yah, jangan yah di atas tidak. Terus, harus mendengarkan keluhan masyarakat, jangan hanya kita ini seorang perempuan, jadi anggap, lu ada apa
atau anggap kita ini tidak selevel dengan mereka. Bukan hanya kepolisan
tetapi kejaksaan dan pengadilan," harap Imelda Bessie.

"Ada peribahasa, kalau yang punya duitnya banyak, pasti dia berkuasa. Tapi kalau memang porsinya kita mau
bikin keadilan, yah tolonglah. Jadi, ini namanya perjuangan seorang ibu," tutup dia menegaskan. (pos-kupang.com)